Origin is unreachable Error code 523 2023-06-15 104636 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d7a3acdf964b927 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Ketaatanatau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Perilaku yang mencerminkan sikap patuh terhadap hukum harus kita tampilkan dalam kehidupan sehari baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 18 Ketaatan Orang Kristen kepada Hukum 1. Meskipun pelanggaran hukum meluas, haluan apa yang ditempuh oleh mereka yang menuruti Alkitab? PELANGGARAN hukum telah meluas di seluruh dunia dewasa ini, tetapi mereka yang benar-benar hidup selaras dengan Alkitab tidak ikut dalam perbuatan demikian. Mereka mengindahkan nasihat Firman Allah yang mengatakan “Tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa.”—Titus 31. 2. Sikap yang bagaimana terhadap hukum harus dibuang oleh para penyembah sejati? 2 Memang, beberapa orang yang kini mengamalkan ibadat sejati dulunya pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum. Mereka mungkin pernah mencuri barang-barang kepunyaan orang lain. Barangkali mereka berpikir bahwa mereka perlu mentaati hukum tertentu hanya bila ada polisi. Pada waktu itu mereka mungkin sama dengan banyak orang lain dalam masyarakat. Akan tetapi, Alkitab menjelaskan kepada mereka bahwa, jika mereka ingin melakukan ibadat sejati, mereka perlu mempunyai pandangan yang sangat berlainan terhadap kehidupan.—Efesus 422-29. 3. a Bagaimana seharusnya sikap seorang Kristen terhadap pemerintahan politik? b Mengapa seorang Kristen tidak patut ikut dalam kerusuhan atau perlawanan sipil guna merintangi kegiatan pemerintahan? 3 Memberikan ulasannya mengenai sikap sepatutnya dari seorang Kristen terhadap pemerintahan politik, rasul Paulus berkata “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah.” Roma 131 Ini tidak berarti bahwa Allah mendirikan pemerintahan-pemerintahan ini atau menyetujui haluan mereka. Sejumlah pemerintahan terang-terangan mengatakan bahwa mereka tidak percaya kepada Allah ateis. Namun, Allah membiarkan pemerintahan-pemerintahan itu. Mereka tidak mungkin menjalankan kekuasaan jika Allah tidak membiarkannya. Yohanes 1911 Dan, karena Allah membiarkan mereka memerintah, mengapa ada orang Kristen yang hendak merintangi mereka memerintah? Sekalipun seseorang tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa ia harus ikut dalam kerusuhan atau perlawanan sipil guna merintangi Negara menjalankan urusannya? Barangsiapa berbuat itu akan mendapat kesusahan, bukan saja dengan pemerintah duniawi, tetapi juga dengan Allah. Seperti dinyatakan di Roma 132 “Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, Ia melawan ketetapan [penyelenggaraan, NW] Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.” 4. a Faedah-faedah apa yang diberikan oleh pemerintah kepada kita? b Bagaimana seharusnya pandangan umat Kristen terhadap pembayaran pajak? 4 Layak ditunjukkan respek yang sepatutnya terhadap pemerintah dan penghargaan atas jasa-jasa baik yang diberikan oleh pemerintah. Kita semua mempunyai alasan kuat untuk merasa gembira bahwa pemerintah di tempat kita tinggal telah membangun jalan raya, sekolah untuk pendidikan, pencegahan kebakaran dan pemeriksaan mutu bahan makanan. Mahkamah pengadilan dan perlindungan terhadap kejahatan juga sangat berharga. Dalam hal-hal ini dan lain-lainnya, “pemerintah yang di atas” menunjukkan diri sebagai “hamba Allah,” yang menyediakan jasa-jasa yang menguntungkan rakyat. Maka apabila kita diminta untuk membayar semua jasa untuk umum ini dalam bentuk pajak, hendaklah kita ingat ayat yang berbunyi “Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan . . . [sebagai hukum terhadap pelanggaran hukum], tetapi juga oleh karena suara hati kita. Itulah sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai.”—Roma 135-7. 5. a Apakah ketaatan orang Kristen kepada kalangan berwenang politik tidak terbatas? b Bagaimana Yesus menunjukkan bahwa ada dua segi yang harus dipertimbangkan? 5 Tetapi sampai berapa jauhkah ketundukan kepada kalangan berwenang politik ini? Apakah tidak terbatas? Apakah ketaatan kepada hukum manusia lebih penting dari pada ketaatan kepada hukum Allah? Tentu tidak! Perhatikanlah bahwa dalam ayat yang baru dikutip, “sebab” dari ketundukan itu mencakup ”suara hati.” Jadi, suara hati seseorang tidak boleh diabaikan, teristimewa jika suara hati itu sudah dilatih oleh Firman Allah. Yesus Kristus menunjukkan bahwa ada dua segi yang harus dipertimbangkan. Sambil menegaskan bahwa pajak kepada Negara Roma patut dibayar, ia berkata, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar,” dan kemudian menambahkan “Dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Markus 1217 Maka penting agar kita memeriksa haluan hidup masing-masing untuk memastikan bahwa, di atas segala-galanya, kita tidak ikut mendukung sikap masa bodoh terhadap hukum Allah yang makin meluas.—Mazmur 11-3. KETAATAN KEPADA HUKUM TERTINGGI 6. Apa yang dilakukan oleh para rasul ketika mereka diperintahkan untuk tidak lagi mengabar? Maka hukum siapa yang mereka taati sebagai yang tertinggi? 6 Tidak lama setelah kematian Yesus Kristus, para rasulnya diminta untuk menunjukkan pendirian mereka dalam soal ini. Mereka diperintahkan oleh para penguasa di Yerusalem agar tidak lagi mengabar atas nama Yesus Kristus. Apakah mereka menurutinya? Apakah saudara akan menurutinya? Para rasul dengan tegas menjawab “Kita harus lebih taat kepada allah dari pada kepada manusia.” Kisah 529; lihat juga 418-20. Mereka tidak melalaikan kewajiban terhadap hukum negara, tetapi apabila ada pertentangan langsung antara hukum manusia dan hukum Allah, mereka memandang hukum Allah sebagai yang tertinggi. Melihat sikap mereka itu, seorang anggota mahkamah yang disegani dengan bijaksana menasihatkan hakim-hakim lainnya untuk tidak menyusahkan orang-orang Kristen ini, supaya sebagai pejabat mereka tidak sampai melawan Allah.—Kisah 533-39. 7. a Apakah yang Allah katakan pada jaman Musa mengenai berbuat bakti di hadapan sebuah patung? b Barang-barang pujaan macam apa yang dibuat oleh manusia? c Apabila hukum duniawi menuntut pemujaan kepada satu patung atau lambang, contoh siapa hendaknya diingat oleh orang-orang Kristen? 7 Bukan hanya perintah Allah untuk mengabarkan yang penting. Ada lagi soal-soal lain. Yehuwa menyoroti salah satu di antaranya ketika Ia berkata kepada umatNya pada jaman Musa “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN [Yehuwa], Allahmu, adalah Allah yang cemburu [yang menuntut pembaktian yang tidak bercabang, NW].” Keluaran 204, 5 Namun banyak barang pujaan telah dibuat oleh manusia. Ada yang dibuat dari logam atau kayu. Ada yang dibuat dari kain, dengan rupa yang menggambarkan benda di langit atau di bumi, terjahit atau terlukis padanya. Adakalanya pemujaan yang dilakukan di hadapan benda-benda ini bersifat sukarela, tetapi kadang-kadang dituntut oleh hukum duniawi. Apakah ada perbedaannya? Jika hukum duniawi menuntut pemujaan terhadap suatu patung atau lambang, apakah ini membebaskan seseorang dari kewajibannya untuk mentaati hukum Allah dalam soal ini? Penyembah-penyembah yang setia kepada Yehuwa di distrik Babel tidak berpendapat demikian. Alkitab menuturkan bahwa tiga orang muda bangsa Ibrani, Sadrakh, Mesakh dan Abednego, menolak untuk ikut dalam upacara yang diperintahkan oleh raja. Mengapa? Karena upacara itu menyangkut ibadat, dan ibadat mereka menjadi hak Yehuwa saja. Allah berkenan kepada tindakan mereka. Tetapi bagaimana reaksi raja Babel? Mula-mula ia sangat marah. Namun pada waktunya, ia menyaksikan campur tangan Allah Yehuwa dalam soal ini. Setelah menyadari bahwa mereka tidak membahayakan keamanan negara, ia mengeluarkan keputusan yang melindungi kebebasan mereka. Daniel 31-30 Tidakkah saudara mengagumi kesetiaan mereka terhadap Allah? Tidak inginkah saudara seteguh mereka dalam memberikan ibadat yang tidak bercabang kepada Allah? 8. a Apa yang dituntut oleh Negara Roma dari rakyatnya dan mengapa umat Kristen abad pertama menolaknya? b Apakah orang Kristen ini berlaku tidak hormat? 8 Sengketa ibadat yang sama ini juga dihadapi oleh umat Kristen yang hidup di Kerajaan Roma. Negara ini menuntut agar setiap orang membakar kemenyan bagi raja sebagai tanda loyalitas. Umat Kristen tidak berbuat ini meskipun mereka mentaati hukum-hukum yang lain. Mereka insaf bahwa ini menyangkut ibadat, baik perbuatan itu dilakukan sebagai penghormatan terhadap satu lambang atau terhadap seseorang. Matius 410 Justin Martyr, yang hidup di abad kedua, mengutarakan pandangan umat Kristen ini, katanya “Kepada Allah saja kami beribadat, tetapi dalam hal-hal lain dengan senang hati kami melayani tuan [para penguasa politik], dan mengakui tuan sebagai raja dan penguasa manusia.” Umat Kristen ini sering disalah mengerti, tetapi apakah mereka melakukan sesuatu yang tidak hormat? Tidak. Mereka juga tidak membahayakan orang-orang Roma lainnya. Sebagaimana dilaporkan oleh gubernur Roma, Plini Muda, dalam suratnya kepada Raja Trajan, mereka pantang menipu atau mencuri atau berzinah. Mereka adalah orang-orang yang disukai sebagai tetangga, dan agama merekalah yang membuat mereka demikian. 9. Selain ibadat kita, apa lagi hutang kita kepada Allah? 9 Selain ibadat kita, ada lagi hutang kita kepada Allah. Seorang rasul dari Yesus Kristus menegaskan hal ini ketika ia berkata “Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya . . . memberikan hidup . . . kepada semua orang.” Kisah 1724, 25 Tak seorangpun dari kita dapat hidup kalau bukan karena Allah. Dialah sumber hidup. Mazmur 3610 Tetapi apa yang kita perbuat dengan kehidupan yang Ia izinkan untuk kita nikmati? 10. Bagaimana Alkitab menolong kita untuk menjauhkan amarah Allah dengan cara hidup kita? 10 Orang-orang Kristen insaf bahwa, untuk memperoleh perkenan Allah, mereka tidak akan menggunakan kehidupan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang menyebabkan mereka melawan Allah. Maka mereka menjauhkan diri dari haluan orang-orang yang dilukiskan oleh Alkitab akan ditumpas oleh pelaksana hukuman Allah apabila susunan yang jahat ini berakhir. Wahyu 1917-21 Mereka menginsafi bahwa keputusan hukum dari Yehuwa benar dan adil. Dan mereka membentuk kehidupan mereka selaras dengan kehendakNya. Mereka sadar bahwa ini mungkin membuat mereka tidak diperkenan, bahkan dianiaya, oleh orang-orang yang semata-mata berminat pada susunan perkara yang ada sekarang. Tetapi dengan iman yang teguh bahwa cara Allah benar, mereka menjunjung hukum dan ibadatNya serta mengutamakannya dalam kehidupan mereka. Mikha 41-3 Dengan meniru Putra Allah sendiri, Yesus Kristus, mereka menggunakan kehidupan mereka, bukan untuk tujuan yang tamak atau demi keinginan orang-orang yang tamak, tetapi selaras dengan kehendak Allah. 1 Korintus 723; 1 Petrus 41, 2 Dengan berbuat ini, mereka benar-benar membayar kepada Allah apa yang menjadi milik Allah. 11. Bagaimana ketaatan kepada hukum sepatutnya mempengaruhi kehidupan kita? 11 Apakah saudara ingin mendapat perkenan Allah? Jika memang ingin, ketaatan kepada hukum harus saudara indahkan dalam hidup saudara. Ini akan mendorong saudara untuk memberi hormat sepatutnya kepada tetangga saudara maupun milik mereka. Ini akan membuat saudara menyegani para pejabat pemerintah. Tetapi, yang terpenting, ini akan menyebabkan saudara menyelaraskan hidup saudara sepenuhnya dengan keputusan-keputusan hukum Allah Yehuwa, Pemberi Hukum yang terbesar.Jikakita melihat konsep profesi tersebut pada profesi hukum, maka terdapat begitu banyak organisasi yang menaungi masing-masing profesi hukum. Organisasi profesi berkewajiban dalam merumuskan norma-norma untuk melayani kepentingan dari anggotanya dan melindungi hak-hak masyarakat pengguna jasa mereka, yakni berupa kode etik profesi.
Jawabanpenting marena Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran masyarakat taat hukumPenjelasansemoga membantu
BerandaHeadline Terkini Terpopuler Suara Kita. #Covid-19; #Artis; #Kesehatan; #OnePiece; #SepakBola; #ZonaMistis; #Jokowi; #PrabowoSubianto; Beranda; Nasional; Nasional Umum; 2 Desember 2020 14:36 WIB . Absen Panggilan Polisi, PKB: Sebagai Warga yang Berakhlak dan Taat Hukum Semestinya Habib Rizieq Hadir .
75% found this document useful 4 votes3K views3 pagesDescriptionkepatuhan hukumCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?75% found this document useful 4 votes3K views3 pagesArtikel Kepatuhan Hukum Akan Menjamin Ketertiban Dalam Kehidupan Bermasyarakat PKNJump to Page You are on page 1of 3Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Tentukita yakin bahwa seluruh aturan hukum Islam yang berasal dari Sang Maha Pencipta ini pasti merupakan solusi bagi problematika umat manusia dan pasti mendatangkan maslahat. Semestinya, itu pula yang harus dilakukan oleh umatnya. Ketaatan total terhadap syariah Islam, sekaligus mewujudkan penerapannya secara kaffah dalam Khilafah
FILSAFAT HUKUM DALAM MEMBANGUN KESADARAN HUKUM DAN KETAATAN HUKUM LATAR BELAKANG MASALAH Jika kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada ranah yang sangat abstrak, dan filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai fungsi yang strategis dalam pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat di Indonesia. Hukum adalah dalam kompas ilmu untuk manusia, atau sosial ilmu, karena merupakan bagian integral dan penting dalam komponen manusia masyarakat dan budaya. Tidak ada kejadian yang dikenal dari suatu keadaan dalam pengalaman manusia, di mana masyarakat yang heterogen ada dan budaya telah tanpa, atau sudah bebas dari, hukum. Dimanapun dan kapanpun masyarakat dan budaya yang ditemukan, ada hukum juga ditemukan, menggenangi seluruh masyarakat sebagai bagian dari budaya. Seperti komponen lain dari masyarakat manusia dan budaya, hukum adalah fenomena, rentan terhadap ketakutan intelektual dengan bantuan dari indra manusia, dan tunduk pada penyelidikan empiris dan ilmiah deskripsi. Hukum merupakan salah satu bentuk budaya untuk kendali dan regulasi perilaku manusia, baik individual atau kolektif dalam penerapannya. Hukum adalah alat utama dari kontrol sosial pada masyarakat modern serta dalam masyarakat primitif. Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal tersebut. Hukum bukanlah satu-satunya yang berfungsi untuk menjadikan masyrakat sadar hukum dan taat hukum, Indonesia yang notabene adalah negara yang sangatheterogen tampaknya dalam membentuk formulasi hukum positif agak berbeda dengan negara-negara yang kulturnya homogen, sangatlah penting kiranya sebelum membentuk suatu hukum yang akan mengatur perjalanan masyarakat, haruslah digali tentang filsafat hukum secara lebih komprehensif yang akan mewujudkan keadilan yang nyata bagi seluruh golongan, suku, ras, agama yang ada di Indonesia. Peranan hukum didalam masyarakat sebagimana tujuan hukum itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan, dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma kaidah hukum. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki. Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman standard dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada ketaatan hukum. Hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman standard dalam bertindak bagi masyarakat, meskipun harus dipaksa. Namun demikian masyarakat kita tidak sepenuhnya memahami tujuan dari hukum tersebut, maka timbul ketidak sadaran dan ketidak taatan hukum. Hukum merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan untuk maksud dan tujuan tertentu. Pada umumnya manusia adalah mahluk berbudaya, memiliki pola pikir dalam menghargai kebudayanya. RUMUSAN MASALAH Apakah sebenarnya hakikat filsafat hukum ? Bagaimana peran filsafat hukum dalam membangun kesadaran hukum dan ketaatan hukum ? PEMBAHASAN Semenjak kita duduk di bangku pendidikan lanjutan serta Perguruan Tinggi kita sering mendengar tentang filsafat, apakah sebenarnya filsafat tersebut ? Seseorang yang berfilsafat diumpamakan seorang yang berpijak dibumi sedang tengadah ke bintang-bintang, dia ingin mengetahui hakikat keberadaan dirinya, ia berfikir dengan sifat menyeluruh tidak puas jika mengenal sesuatu hanya dari segi pandang yang semata-mata terlihat oleh indrawi saja. Ia juga berfikir dengan sifat tidak lagi percaya begitu saja bahwa sesuatu itu benar. Ia juga berfikir dengan sifat spekulatif dalam analisis maupun pembuktiannya dapat memisahkan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak, dan tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan[1]. Beberapa pengertian Filsafat hukum banyak diutarakan oleh ahli ditafsirkan berbeda beda, namun pada pokoknya pertanyaan-pertanyaan, pernyataan-penyataan[2]. Ilmu pengetahuan hukum hanya melihat gejala-gejala hukum belaka, ia tak melihat “hukum”; ia hanya melihat apa yang dapat dilihat panca indera, bukan melihat dunia hukum yang tak dapat dilihat, yang tersenbunyi didalamnya; ia sementara mata melihat hukum sebagai dan sepanjang menjelma dalam perbuatan-perbuatan manusia, dalam kebiasaan-kebiasaan hukum.[3] Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas, mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Dan tujuan mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala pandang sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum. Pengertian Filsafat dan Filsafat Hukum Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata philos cinta atau philia persahabatan, tertarik kepada danshopia hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi. Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.[4] Plato menyebut Socrates sebagai philosophos filosof dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Filsafat Hukum Menurut Gustaff Radbruch adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Sedangkan menurut LangmeyerFilsafat Hukum adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum,[5]Anthoni D’Amato mengistilahkan dengan Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak, Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti kebijaksanaanprudence berkenaan dengan hukum juris sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat. Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto[6] menyebutkan sembilan arti hukum, yaitu 1 Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran. 2 Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. 3 Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan. 4 Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis. 5 Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum law enforcement officer 6 Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi 7 Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan 8 Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian 9 Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritisartinya filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; ü Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum. ü Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya. Membangun Kesadaran Hukum. Kesadaran hukum diartikan secara terpisah dalam bahasa yang kata dasarnya “sadar” tahu dan mengerti, dan secara keseluruhan merupakan mengetahui dan mengerti tentang hukum, menurut Ewick dan Silbey “Kesadaran Hukum” mengacu ke cara-cara dimana orang-orang memahami hukum dan intitusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang.[7] Bagi Ewick dan Silbey, “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan karenannya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris. Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas”[8] Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Didalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan didalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum. Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan hukum inilah yang diharapkan akan menunjang dan menjadikan masyarakat menjunjung tinggi intitusi/ aturan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk mendambakan ketaatan serta ketertiban hukum. Peran dan fungsi membangun kesadaran hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat pada intitusi sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan 1 Stabilitas, 2 Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat, 3 Memberikan kerangka sosial institusi berwujud norma-norma, 4 Jalinan antar institusi. Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah Adanya ketidak pastian hukum; Peraturan-peraturan bersifat statis; Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlaku;[9] Berlawanan dengan faktor-faktor diatas salah satu menjadi fokus pilihan dalam kajian tentang kesadaran hukum adalah Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan dengan lokasi dimana suatu tindakan hukum terjadi; Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan; Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak sekedar permasalahan sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa mereka lakukan.[10] Berangkat dari uraian diatas maka pemenuhan kebutuhan dan hubungan antara institusi hukum maupun institusi masyarakat berperan sebagai pranata didalam masyarakat. Membangun Ketaatan Hukum. Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum. Sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kesadaran hukum dan ketaataan hukum maka beberapa literaur yang di ungkap oleh beberapa pakar mengenai ketaatan hukum bersumber pada kesadaran hukum, hal tersebut tercermin dua macam kesadaran, yaitu Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesuai dengan aturan hukum yang disadari atau dipahami; Legal consciouness as against the law, kesadaran hukum dalam wujud menentang hukum atau melanggar hukum[11] Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat. Didalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam hukum cenderung dipaksakan. Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip H. C Kelman 1966 dan L. Pospisil 1971 dalam buku Prof DR. Achmad Ali,SH Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicial Prudence Termasuk Interprestasi Undang-undang legisprudence Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak. Ketaatan yang bersifat internalization, yaiutu jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nila intristik yang dianutnya. Sudut pandang filsafat tentang ketaatan terhadap hukum Jika kita mengurai tentang alasan-alasan mengapa masyarakat tidak menaatai hukum atau mentaati hukum, ini adalah terjadi karena keragaman kultur dalam masyarakat. Mengapa orang mentaati hukum? Konsep Hermeneutika menjawabnya bahwa tidak lain, karena hukum secara esensial bersifat relegius atau alami dan karena itu, tak disangkal membangkitkan keadilan.[12] Kewajiban moral masyarakat untuk mentaati hukum, kewajiban tersebut meskipun memaksa namun dalam penerapan atau prakteknya kewajiban tersebut merupakan tidak absolut. Kemajemukan budaya yang tumbuh didalam masyarakat, norma-norma hidup dan tumbuh berkembang dengan pesat. Kewajiban moral dalam menyelesaikan masalah-masalah dengan keadaan tertentu. Menurut Kohlberg Valazquez, 1998 menyatakan perkembangan moral individu ada 3 tahap yaitu Level Preconvenstional. Level ini berkembang pada masa kanak-kanak. Punishment and obidience orientation alasan seseorang patuh/ taat adalah untuk menghindari hukuman. Instrument and relativity orientation; perilaku atau tindakan benar karena memperoleh imbalan atau pujian. Level Conventional Individu termotivasi untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma kelompok agar dapat diterima dalam suatu kelompok tersebut. Interpersonal concordance orientation orang bertingkah laku baik untuk memenuhi harapan dari kelompoknya yang menjadi loyalitas, kepercayaan dan perhatiannya seperti keluarga dan teman. Law and order orientation benar atau salah ditentukan loyalitas seseorang pada lingkungan yang lebih luas seperti kelompok masyarakat atau negara. Level Postconventional pada level ini orang tidak lagi menerima saja nilai-nilai dan norma-norma dari kelompoknya, melainkan melihat situasi berdasarkan prinsip-prinsip moral yang diyakininya. Social contract orientation orang mulai menyadari bahwa orang-orang memiliki pandangan dan opini pribadi yang sering bertentangan dan menekankan cara-cara adil dalam mencapai konsensus dengan perjanjian, kontrak dan proses yang wajar. Universal ethical principles orientation. Orang memahami bahwa suatu tindakan dibenarkan berdasarkan prinsip-prinsip moral yang dipilih karena secara logis, komprehensif, universal, dan konsisten. Menurut Cristoper Berry Gray The Philosopy of Law An Encyclopedia-1999, tiga pandangan mengapa seorang mentaati hukum Pandangan Ekstrem pertama, adalah pandangan bahwa merupakan “kewajiban moral” bagi setiap warga negara untuk melakukan yang terbaik yaitu senantiasa mentaati hukum, kecuali dalam hal hukum memang menjadi tidak menjamin kepastian atau inkonsistensi, kadang-kadang keadaan ini muncul dalam pemerintahan rezim yang lalim. Pandangan kedua yang dianggap pandangan tengah, adalah kewajiban utama bagi setiap orang Prima facie adalah kewajiban mentaati hukum. Pandangan Ketiga dianggap pandangan ekstrem kedua yang berlawanan dengan pandangan pertama, adalah bahwa kita hanya mempunyai kewajiban moral untuk hukum, jika hukum itu benar, dan kita tidak terikat untuk mentaati hukum. KESIMPULAN Kesadaran hukum dan ketaatan hukum sering kita dengar atau kita membaca pernyataan-pernyataan yang menyampaikan “Kesadaran hukum” dengan “Ketaatan Hukum” atau “Kepatuhan Hukum”, suatu persepsi keliru. Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana dijelaskan bahwa Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum, dan Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum. Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati hukum, tidak ada yang mengatakan bahwa kewajiban merupakan sesuatu yang absolut, sehingga terkadang secara moral, kita dapat melanggar hukum, namun tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau terang-terangan melanggar hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan, penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah ada aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang yakin akan hukum, harus melakukan dengan bantuan pemerintah, dan mereka yakin, akan mendapat dukungan dai warga masyarakat. [1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 2003 [2] Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Citra aditya Bakti, Bandung, 1991, Edisi Revisi [3] Rasjidi, Lili, Filsafat Hukum Apakah itu hokum ?, cetakan kelima, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991, [4]Ibid, hal. 8. [5] ibid, hal. 1 [6] . Rasjidi, Lili, Filsafat Hukum Apakah itu hokum ?, cetakan kelima, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991, hal 1. [7] Ali Achmad, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicial Prudence Termasuk Interprestasi Undang-undang legisprudence,Kencana,2009, hal 510. [8] ibid, hal 511. [9] Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Citra aditya Bakti, Bandung, 1991, Edisi Revisi [10] Ali Achmad, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicial Prudence Termasuk Interprestasi Undang-undang legisprudence,Kencana,2009, hal 342. [11] Ibid , hal. 510 [12] Ali Achmad, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicial Prudence Termasuk Interprestasi Undang-undang legisprudence,Kencana,2009, hal. 352
- Էго чቆ νеմեδኬч
- Γа ижፄቿоዟ бруцαщ